Thursday, January 23, 2014

Sosial Fobia

Sosial fobia  (social phobia) atau dikenal juga dengan istilah social anxiety disorder (SAD) merupkan gangguan kecemasan secara menyeluruh yang ditandai dengan beberapa simtom tertentu yang sifatnya khas;
1) Fisik – Gemetar pada tangan dan kaki, seperti tremor ketika kecemasan meningkat yang juga disertai gemetar pada saat berbicara – Berkeringat terutama pada tangan – Rasa cemas secara berlebihan yang ditandai dengan adanya serangan panik – Meningkat ketegangan pada otot, ditandai mudah pegal – Ingin buang air kecil dalam waktu singkat – Sering sakit kepala – Insomnia – Mudah merasa lelah – Rasa sesak di dada – Pusing
2) Kognitif – Rasa takut terhadap penilaian orang lain, takut dikritik – Selalu berpikir negatif, beranggapan bahwa orang lain menilai buruk tentang dirinya – Kesulitan menemukan ide-ide baru dan cenderung tidak mampu berpikir secara jernih terhadap permasalahan yang dihadapinya. – Mengisolasi diri – Merasa dirinya lemah, bodoh dan selalu merasa khawatir – Merasa dirinya selalu dilihat oleh orang lain – Rasa takut untuk melihat atau bertemu orang asing – Merasa dirinya tidak mampu berkompetisi dan berperilaku sebagaimana orang lainnya. – Menghindari kerumunan atau kumpulan orang ramai/keramaian tertentu saja (secara diagnostik harus dipisahkan kecenderungan dari simtom agoraphobia)  - Ketakutan untuk tampil di depan orang lain atau publik  Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSMIII), sosial fobia ditandai dengan ciri utama ketakutan yang sifatnya menetap, irasional, yang memaksakan individu menghindari situasi-situasi yang membuat individu tersebut merasa malu diperhatikan oleh orang lain. Pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSMIV) pada gangguan ini ditekankan pada rasa ketakutan tersebut secara berlebihan dan dengan alasan tidak masuk akal.  Penderita sosial fobia menunjukkan pelbagai perilaku tertentu seperti rasa takut berbicara di depan umum, makan ditempat umum, buang air kecil di toilet umum, atau berbicara sepatah kata pada situasi sosial tertentu, takut menulis sesuatu hal yang dapat dibaca oleh publik (Artinya, mereka lebih suka menyembunyikan tulisan-tulisannya dengan menyembunyikan identitas penulis, biodata dan sebagainya). Pada situasi yang menakutkan, penderita SAD sering menyalahkan dirinya sendiri, seiring meningkatnya kecemasan juga terjadinya perubahan warna kulit yang memerah, berkeringat dan gemetar.
Treatment
Penderita sosial fobia dapat kembali menjadi normal setelah menjalan terapi secara rutin yang tidak terputus. Penderita sosial fobia atau SAD harus menjalani test diagnostik terlebih dahulu untuk menentukan diagnosa awal, dengan melihat skor yang diperoleh dari Clinical Global Impression Scale (CGI), Fear of Negative Evaluation Scale , atau Social Avoidance and Distress Scale . Sementara dalam psikofarmakologi, treatment utama yang digunakan adalah Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors (SSRIs) jenis  paroxetine (paxil), benzodiazepines , fluoxetine (prozac),  sertraline (zoloft), dsb dianggap treatment paling manjur yang tidak berbahaya pada pasien.
Perihal pertanyaan Anda diatas, saya menyarankan Anda dapat mengunjungi psikiater, terapis atau psikolog profesional keduanya, perlu saya ingatkan, bahwa keberhasilan konseling dan medikasi yang dilakukan tidak menjamin 100% tingkat keberhasilan kemajuan yang diperoleh. Sekitar 80% pasien SAD dapat kembali normal karena menjalani terapi secara rutin tanpa jeda waktu.  Treatment yang diberikan untuk penderita SAD yang paling sering dikenalkan adalah cognitive-behavioural therapy (CBT). Psikolog/psikiater dan konselor biasanya juga menyesuaikan dengan kepribadian kliennya. Tidak semua bentuk terapi yang diberikan oleh mereka dapat sesuai dan berjalan dengan baik, bila tidak ada kerjasama diantara keduanya. Proses konseling juga sangat tergantung pada beberapa situasi tertentu misalnya, karakteristik klien, kualitas kepribadian konselor, faktor situasi kondisional dan sebagainya  Psikiatris menggunakan obat-obatan dalam memberikan treatment (disamping secara psikologis tentunya) berupa prozac dan seroxat, dan juga trankimazin, rivotril, lexatin, tenormin, dan sebagainya yang diyakini dapat mempengaruhi kerja sistem syaraf pusat (central nervous system; CNS) secara langsung dan efektif mengurangi tingkat kecemasan klien.
Dalam terapi yang dilakukan pleh psikolog, cognitive-behavioural therapy pasien diberikan: ketrampilan bersosialisasi (social skills training) yang dapat dilakukan secara berkelompok atau group (self-help group), latihan dalam mengekspresikan rasa cemas secara tepat dan bagaimana mengontrolnya (exposure techniques), mengubah cara berpikir yang salah (cognitive restructuring techniques) dan teknik kombinasi exposure-cognitive restructuring . Disamping itu juga diperkenalkan meditasi untuk mengurangi ketegangan otot (relaksasi) dan teknik copying .

No comments :

Post a Comment